
Bahasa adalah alat komunikasi bagi
manusia, baik secara lisan maupun tertulis. Hal ini merupakan bahasa
yang tidak dihubungkan dengan status dan nilai-nilai sosial. Setelah
dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari yang di dalamnya selalu ada
nilai-nilai dan status bahasa yang tidak dapat ditinggalkan.
Bahasa mempunyai fungsi-fungsi tertentu
yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, karena dengan
menggunakan bahasa seseorang juga dapat mengekspresikan dirinya, fungsi
bahasa sangat beragam. Bahasa digunakan sebagai alat untuk
berkomunikasi, selain itu bahasa juga digunakan sebagai alat untuk
mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkunga atau situasi
tertentu dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial.
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,
bahasa memang sangat penting digunakan. Karena bahasa merupakan simbol
yang dihasilkan menjadi alat ucap yang digunakan oleh sesama masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari hampir semua aktifitas kita menggunakan
bahasa. Baik menggunakan bahasa secara lisan maupun secara tulisan dan
bahasa tubuh.
Salah satu peranan bahasa yaitu sebagai
alat komunikasi lingual manusia, baik secara lisan maupun
tertulis. Ini adalah fungsi dasar bahasa yang tidak dihubungkan dengan
status dan nilai-nilai sosial. Setelah dihubungkan dengan kehidupan
sehari-hari, yang di dalamnya selalu ada nilai-nilai dan status, bahasa
tidak dapat ditinggalkan. Ia selalu mengikuti kehidupan manusia
sehari-hari, baik sebagai manusia anggota suku maupun anggota bangsa.
Karena kondisi dan pentingnya bahasa itulah, maka ia diberi ‘label’
secara eksplisit oleh pemakainya yang berupa kedudukan dan fungsi
tertentu.
Kedudukan dan fungsi bahasa yang dipakai
oleh pemakainya (baca: masyarakat bahasa) perlu dirumuskan secara
eksplisit, sebab kejelasan ‘label’ yang diberikan akan mempengaruhi masa
depan bahasa yang bersangkutan. Pemakaiannya akan menyikapinya secara
jelas terhadapnya. Pemakaiannya akan memperlakukannya sesuai dengan
‘label’ yang dikenakan padanya.
Di pihak lain, bagi masyarakat yang dwi
bahasa (dwilingual), akan dapat ‘memilah-milahkan’ sikap dan
pemakaian kedua atau lebih bahasa yang digunakannya. Mereka tidak akan
memakai secara sembarangan. Mereka bisa mengetahui kapan dan situasi
apa bahasa yang satu dipakai, dan kapan dan dalam situasi apa pula
bahasa yang lainnya dipakai. Dengan demikian perkembangan bahasa-bahasa
itu akan menjadi terarah. Pemakainya akan berusaha mempertahankan
kedudukan dan fungsi bahasa yang telah disepakatinya antara lain,
menyeleksi unsur-unsur bahasa lain yang masuk ke dalamnya. Unsur-unsur
yang dianggap menguntungkannya akan diterima, sedangkan unsur-unsur yang
dianggap merugikanya akan ditolak.
Sehubungan dengan itulah maka perlu
adanya aturan untuk menentukan kapan, misalnya, suatu unsur lain yang
mempengaruhinya layak diterima, dan kapan harusnya ditolak. Semuanya itu
dituangkan dalam bentuk kebijaksanaan pemerintah yang bersangkutan. Di
Negara kita disebut Politik Bahasa Nasional, yaitu kebijaksanaan
nasional yang berisi perencanaan, pengarahan dan ketentuan-ketentuan
yang dapat dipakai sebagai dasar bagi pemecahan keseluruhan masalah
bahasa.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Nasional
Kami poetra dan poeteri Indonesia
Mengakoe bertoempah darah satoe,
Tanah Air Indonesia.
Kami poetra dan poeteri Indonesia
Mengakoe berbangsa satoe,
Bangsa Indonesia.
Kami poetra dan poeteri Indonesia
Mendjoendjong bahasa persatoean,
Bahasa Indonesia.
Dari ketiga butir di atas yang paling
menjadi perhatian pengamat (baca: sosiolog) adalah butir ketiga. Butir
ketiga itulah yang dianggap sesuatu yang luar biasa. Dikatakan demikian,
sebab Negara-negara lain, khususnya negara tetangga, mencoba untuk
membuat hal yang sama selalu mengalami kegagalan yang dibarengi dengan
bentrokan sana-sini. Oleh pemuda, kejadian itu dilakukan tanpa hambatan
sedikit pun, sebab semuanya telah mempunyai kebulatan tekad yang sama.
Saat itu, sebelum tercetusnya Sumpah
Pemuda, bahasa Melayu dipakai sebagai lingua franca di seluruh
kawasan tanah air. Hal itu terjadi sudah berabad-abad sebelumnya. Dengan
adanya kondisi yang semacam itu, masyarakat sama sekali tidak merasa
bahwa bahasa daerahnya tersaingi. Di balik itu, mereka telah menyadari
bahwa bahasa daerahnya tidak mungkin dapat dipakai sebagai alat
perhubungan antar suku, sebab yang diajak komunikasi juga mempunyai
bahasa daerah tersendiri. Adanya bahasa Melayu yang dipakai sebagai lingua
franca ini pun tidak akan mengurangi fungsi bahasa daerah. Bahasa
daerah tetap dipakai dalam situasi kedaerahan dan tetap berkembang.
Kesadaran masyarakat yang semacam itulah, khususnya pemuda-pemudanya
yang mendukung kencarnya inspirasi sakti di atas.
Apakah ada bedanya bahasa Melayu pada
tanggal 27 Oktober 1928 dan bahasa Indonesia pada tanggal 27 Oktober
1928? Perbedaan wujud, baik struktur, sistem, maupun kosakata jelas
tidak ada. Jadi, kerangkanya sama. Yang berbeda adalah semangat dan jiwa
barunya. Sebelum Sumpah Pemuda, semangat dan jiwa bahasa Melayu masih
bersifat kedaerahan atau jiwa Melayu. Akan tetapi, setelah Sumpah Pemuda
semangat dan jiwa bahasa Melayu sudah bersifat nasional atau jiwa
Indonesia. Pada saat itulah, bahasa Melayu yang berjiwa semangat baru
diganti dengan nama bahasa Indonesia.
“Hasil Perumusan Seminar Politik Bahasa
Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25-28 Februari
1975 antara lain menegaskan bahwa dalam kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai : (1) Lambang kebanggaan
nasional, (2) Lambang identitas nasional, (3) Alat pemersatu berbagai
masyarakat yang berbeda-beda latar belakang sosial budaya dan bahasanya,
dan (4) Alat perhubungan antarbudaya antardaerah.
Sebagai lambing kebanggan nasional,
bahasa Indonesia ‘memancarkan’ nilai-nilai sosial budaya luhur bangsa
Indonesia. Dengan keluhuran nilai yang dicerminkan bangsa Indonesia,
kita harus bangga dengannya; kita harus bangga menjunjungnya; dan kita
harus mempertahankannya. Sebagai realisasi kebanggan kita terhadap
bahasa Indonesia, kita harus memakainya tanpa ada rasa rendah diri.
Malu, dan acuh tak acuh. Kita harus bangga memakainya dengan memelihara
dan mengembangkannya.
Sebagai lambang identitas nasional,
bahasa Indoensia merupakan ‘lambang’ bangsa Indonesia. Ini berarti,
dengan bahasa Indonesia akan dapat diketahui siapa kita, yaitu sifat,
perangai, dan watak kita sebagai bangsa Indonesia. Karena fungsinya yang
demikian itu, maka kita harus menjaganya jangan sampai ciri kepribadian
kita tidak tercermin di dalamnya. Jangan sampai bahasa Indonesia tidak
menunjukkan bangsa Indonesia yang sebenarnya.
Dengan fungsi yang ketiga memungkinkan
masyarakat Indonesia yang beragam latar belakang sosial budaya dan
berbeda-beda bahasanya dapat menyatu dan bersatu dalam kebanggan,
cita-cita, dan rasa nasib yang sama. Dengan bahasa Indonesia, bangsa
Indonesia merasa aman dan serasi hidupnya, sebab mereka tidak merasa
bersaing dan tidak merasa lagi ‘dijajah’ oleh masyarakat suku lain.
Apalagi dengan adanya kenyataan bahwa dengan menggunakan bahasa
Indonesia, identitas suku dan nilai-nilai sosial budaya daerah masih
tercermin dalam bahasa daerah masing-masing. Kedudukan dan fungsi bahasa
daerah masih tegar dan tidak bergoyah sedikit pun. Bahkan, bahasa
daerah diharapkan dapat memperkaya khazanah bahasa Indonesia.
Dengan fungsi keempat, bahasa Indonesia
sering dirasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Bayangkan saja
apabila kita ingin berkomunikasi dengan seseorang yang berasal dari suku
lain yang berlatar belakang bahasa berbeda, mungkinkah kita dapat
bertukar pikiran dan saling memberikan informasi? Bagaimana cara kita
seandainya kita tersesat jalan di daerah yang masyarakatnya tidak
mengenal bahasa Indonesia? Bahasa Indonesialah yang dapat menanggulangi
semuanya itu. Dengan bahasa Indonesia, kita dapat saling berhubungan
untuk segala aspek kehidupan. Bagi pemerintah, segala kebijakan dan
strategi yang berhubungan dengan ideologi, politik, ekonomi, sosial,
budaya, pertahanan, dan keamanan (disingkat: ipoleksosbudhankam)
mudah diinformasikan kepada warganya. Akhirnya, apabila arus informasi
antar kita meningkat berarti akan mempercepat peningkatan pengetahuan.
Apabila pengetahuan meningkat berarti tujuan pembangunan akan cepat
tercapai.
Kedudukan dan Fungsi Bahasa
Indonesia sebagai Bahasa Negara/Resmi
Sebagaimana kedudukannya sebagai bahasa
nasional, bahasa Indonesia sebagai bahasa negara/resmi pun mengalami
perjalanan sejarah yang panjang. Hal ini terbukti pada uraian berikut.
Secara resmi adanya bahasa Indonesia
dimulai sejak Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Ini tidak berarti
sebelumnya tidak ada. Ia merupakan sambungan yang tidak langsung dari
bahasa Melayu. Dikatakan demikian, sebab pada waktu itu Melayu masih
juga digunakan sebagai bahasa resmi oleh pemerintah jajahan Hindia
Belanda, sedangkan bahasa Indonesia digunakan di luar situasi
pemerintahan tersebut oleh pemerintah yang mendambakan persatuan
Indonesia dan yang menginginkan kemerdekaan Indonesia. Demikianlah, pada
saat itu terjadi dualisme pemakaian bahasa yang sama tubuhnya, tetapi
berbeda jiwanya: jiwa kolonial dan jiwa nasional.
Secara terperinci perbedaan lapangan
atau ranah pemakaian antara kedua bahasa itu terlihat pada perbandingan
berikut ini.
Bahasa Melayu:
- Bahasa resmi kedua di samping bahasa Belanda, terutama untuk tingkat yang dianggap rendah.
- Bahasa yang diajarkan di sekolah-sekolah yang didirikan atau menurut sistem pemerintah Hindia Belanda.
- Penerbitan-penerbitan yang dikelola oleh jawatan pemerintah Hindia Belanda.
Bahasa Indonesia:
- Bahasa yang digunakan dalam gerakan kebangsaan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia.
- Bahasa yang digunakan dalam penerbitan-penerbitan yang bertujuan untuk mewujudkan cita-cita perjuangan kemerdekaan Indonesia baik berupa:
1) Bahasa pers,
2) Bahasa dalam hasil sastra.
Kondisi di atas berlangsung sampai tahun
1945.
Bersamaan dengan diproklamasikannya
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, diangkat pulalah
bahasa Indonesia sebagai bahasa negara. Hal itu dinyatakan dalam UUD
1945, Bab XV, Pasal 36. Pemilihan bahasa sebagai bahasa negara bukanlah
pekerjaan yang mudah dilakukan. Terlalu banyak hal yang harus
dipertimbangkan. Salah timbang akan mengakibatkan tidak stabilnya suatu
negara. Sebagai contoh konkret, negara tetangga kita Malaysia,
Singapura, Filipina, dan India, masih tetap menggunakan bahasa Inggris
sebagai bahasa resmi di negaranya, walaupun sudah berusaha dengan sekuat
tenaga untuk menjadikan bahasanya sendiri sebagai bahasa resmi.
Hal-hal yang merupakan penentu
keberhasilan pemilihan suatu bahasa negara apabila: (1) bahasa tersebut
dikenal dan dikuasai oleh sebagian besar penduduk negara lain, (2)
secara geografis, bahasa tersebut lebih menyeluruh penyebarannya, dan
(3) bahasa tersebut diterima oleh seluruh penduduk negara itu.
Bahasa-bahasa yang terdapat di Malaysia, Singapura, Filipina, dan India
tidak mempunyai ketiga faktor di atas, terutama faktor yang nomor tiga
(3). Masyarakat multilingual yang terdapat di negara itu saling ingin
mencalonkan bahasa daerahnya sebagai bahasa negara. Mereka saling
menolak untuk menerima bahasa daerah lain sebagai bahasa resmi
kenegaraan. Tidak demikian halnya dengan negara Indonesia. Ketiga faktor
di atas sudah dimiliki bahasa Indonesia sejak tahun 1928. Bahkan, tidak
hanya itu. Sebelumnya bahasa Indonesia sudah menjalankan tugasnya
sebagai bahasa nasional, bahasa pemersatu bangsa Indonesia. Dengan
demikian, hal yang dianggap berat bagi negara-negara lain, bagi kita
tidak merupakan persoalan.
Dalam “Hasil Perumusan Seminar Politik
Bahasa Nasional” yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 25 s.d. 28
Februari 1975 dikemukakan bahwa di dalam kedudukannya sebagai bahasa
negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
1) Bahasa resmi kenegaraan.
2) Bahasa pengantar resmi di
lembaga-lembaga pendidikan,
3) Bahasa resmi di dalam perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintah, dan
4) Bahasa resmi di dalam pengembangan
kebudayaan dan pemanfaatn ilmu pengetahuan serta teknologi modern.
Keempat fungsi itu harus dilaksanakan,
sebab minimal empat fungsi itulah memang sebagai ciri penanda bahwa
suatu bahasa dapat dikatakan berkedudukan sebagai bahasa negara.
Pemakaian pertama yang membuktikan bahwa
bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi kenegaraan ialah digunakannya
bahasa Indonesia dalam Naskah Proklamasi Kemerdekaan RI 1945. Mulai saat
itu dipakailah bahasa Indonesia dalam segala upacara, peristiwa, dan
kegiatan kenegaraan baik dalam bentuk lisan maupun tulis.
Keputusan-keputusan, dokumen-dokumen,
dan surat-surat resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah dan
lembaga-lembaganya dituliskan di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato
atas nama pemerintah atau dalam rangka menunaikan tugas pemerintahan
diucapkan dan dituliskan dalam bahasa Indonesia.
Sebagai bahasa resmi, bahasa Indonesia
dipakai sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan mulai
dari taman kanak-kanak sampai dengan perguruan tinggi. Hanya saja untuk
kepraktisan, beberapa lembaga pendidikan rendah yang anak didiknya hanya
menguasai bahasa ibunya (bahasa daerah) menggunakan bahasa pengantar
bahasa daerah anak didik yang bersangkutan.
Sebagai konsekuensi pemakaian bahasa
Indonesia sebagai bahasa pengantar di lembaga pendidikan tersebut, maka
materi pelajaran yang berbentuk media cetak hendaknya juga berbahasa
Indonesia. Hal ini dapat dilakukan dengan menerjemahkan buku-buku yang
berbahasa asing atau menyusunnya sendiri. Apabila hal ini dilakukan,
sangatlah membantu peningkatan perkembangan bahasa Indonesia sebagai
bahasa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Mungkin pada saat
mendatang bahasa Indonesia berkembang sebagai bahasa iptek yang sejajar
dengan bahasa Inggris.
Sebagai fungsinya di dalam perhubungan
pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan serta pemerintah, bahasa Indonesia dipakai dalam hubungan
antarbadan pemerintah dan penyebarluasan informasi kepada masayarakat.
Sehubungan dengan itu, hendaknya diadakan penyeragaman sistem
administrasi dan mutu media komunikasi massa. Tujuan penyeragaman dan
peningkatan mutu tersebut agar isi atau pesan yang disampaikan dapat
dengan cepat dan tepat diterima oleh orang kedua (baca: masyarakat).
Akhirnya, sebagai fungsi pengembangan
kebudayaan nasional, ilmu, dan teknologi, bahasa Indonesia terasa sekali
manfaatnya. Kebudayaan nasional yang beragam itu, yang berasal dari
masayarakat Indonesia yang beragam pula, rasanya tidaklah mungkin dapat
disebarluaskan kepada dan dinikmati oleh masyarakat Indonesia dengan
bahasa lain selain bahasa Indonesia. Apakah mungkin guru tari Bali
mengajarkan menari Bali kepada orang Jawa, Sunda, dan Bugis dengan
bahasa Bali? Tentu saja tidak. Hal ini juga berlaku dalam penyebarluasan
ilmu dan teknologi modern. Agar jangkauan pemakaiannya lebih luas,
penyebaran ilmu dan teknologi, baik melalui buku-buku pelajaran,
buku-buku popular, majalah-majalah ilmiah maupun media cetak lain,
hendaknya menggunakan bahasa Indonesia. Pelaksanaan ini mempunyai
hubungan timbal balik dengan fungsinya sebagai bahasa ilmu yang dirintis
lewat lembaga-lembaga pendidikan, khususnya di perguruan tinggi.
Sumber :
http://dahlanbersabar.blogspot.com/2011/02/makalah-peran-dan-fungsi-bahasa.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar